Poligami Di Purwakarta Dilakukan Terang-terangan Oleh Para Penguasa, Siapa Sih Pelakunya, Yuk Kita Simak,,,!!! - JUBIR 86

Jumat, 02 Mei 2025

Poligami Di Purwakarta Dilakukan Terang-terangan Oleh Para Penguasa, Siapa Sih Pelakunya, Yuk Kita Simak,,,!!!



Dilansir Dari Media madilognews.com

jubir86 | PURWAKARTA 

Saya sebenarnya enggan menulis tentang urusan rumah tangga orang. Apalagi jika itu menyangkut hubungan yang, dalam kacamata agama, dianggap sah. Tapi ketika pelakunya adalah pejabat publik, pengemban kekuasaan, orang yang digaji oleh rakyat dan diberi mandat untuk menegakkan hukum—maka batas antara urusan pribadi dan kepentingan publik menjadi kabur. Dan saya rasa, menjadi sah bagi kita untuk membicarakannya secara terbuka dan kritis.

Purwakarta hari ini menyimpan satu kenyataan yang pelan tapi pasti menjadi pembicaraan banyak orang, walau dengan suara yang diredam: sejumlah pejabat publik diketahui menjalani praktik poligami secara siri. Mereka memiliki istri lebih dari satu, namun hanya sebagian yang tercatat secara resmi di mata hukum negara.

Ini bukan gosip. Ini bukan sekadar cerita liar yang beredar. Ini adalah rahasia umum yang diketahui para pegawai, tetangga, kolega, dan bahkan sebagian masyarakat. Namun, karena yang melakukannya adalah orang-orang yang punya kekuasaan dan pengaruh, semuanya berjalan seperti biasa. Tidak ada teguran, tidak ada pengawasan, apalagi sanksi.

Saya tidak dalam posisi untuk menghakimi pilihan hidup seseorang. Tapi izinkan saya mengajukan pertanyaan yang patut kita renungkan bersama: bagaimana mungkin seseorang yang menjadi simbol hukum dan kebijakan, justru memilih untuk menjalani kehidupan yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku?

Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan. Artinya, negara mewajibkan legalitas administratif dalam setiap hubungan perkawinan, terutama demi perlindungan hukum bagi perempuan dan anak. Jika pejabat publik saja merasa tidak perlu tunduk pada aturan itu, lalu bagaimana nasib hukum itu di mata masyarakat biasa?

Lebih jauh, persoalan ini menyentuh ranah hukum pemerintahan daerah. Dalam Pasal 67B Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah wajib menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan urusan pemerintahan. Ini bukan pasal basa-basi. Etika dan norma di sini meliputi kepatuhan terhadap hukum, keteladanan dalam kehidupan sosial, dan kehormatan jabatan.

Dengan kata lain, tindakan yang secara terang-terangan melanggar ketentuan hukum negara—sekalipun dibenarkan dalam tafsir agama tertentu—tetap bisa dikategorikan sebagai pelanggaran etika dan norma sebagai pejabat publik. Dan dalam konteks itu, pertanyaan tentang kemungkinan pemakzulan atau setidaknya pemeriksaan etis, menjadi sah untuk diajukan.

Saya khawatir, ini bukan hanya soal urusan rumah tangga atau keimanan. Ini adalah soal etika kekuasaan. Seorang pemimpin—sekecil atau sebesar apa pun jabatannya—harus menjadi teladan. Jika yang menjadi contoh justru memperlihatkan bahwa hukum bisa dinegosiasikan atau bahkan diabaikan untuk kepentingan pribadi, maka rusaklah fondasi kepercayaan publik.

Yang lebih menyedihkan, masyarakat seolah diajak untuk maklum. Kita terlalu terbiasa dengan ketidakwajaran. Kita terlalu cepat memberi maaf sebelum ada kejujuran. Dalam iklim seperti ini, pelanggaran tidak terasa sebagai pelanggaran—asal dilakukan oleh orang yang punya kuasa.

Saya menulis ini bukan karena ingin mencari sensasi atau memperpanjang urusan pribadi orang lain. Saya menulis ini karena saya percaya bahwa publik berhak tahu dan berhak menuntut konsistensi moral dari orang-orang yang mereka beri mandat. Ini bukan soal siapa menikah dengan siapa. Ini soal kejujuran, akuntabilitas, dan integritas pejabat publik yang harusnya berdiri tegak di atas hukum, bukan bermain-main di celahnya.

Disclaimer:

Artikel ini adalah pembuka dari tulisan berseri mengenai praktik nikah siri pejabat Purwakarta. Sebuah upaya untuk membuka ruang refleksi kita sebagai masyarakat. Karena jika kita terus diam, maka praktik ini akan terus berlangsung, dan kita akan terbiasa hidup dalam sistem yang penuh kepura-puraan.

Penulis : Agus Sanusi, M.Psi

Penulis adalah aktivis pada lembaga kajian publik analitika Purwakarta.

#fyp

jubir86.my.id

(Red)

Comments


EmoticonEmoticon

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done