Jubir86|| PURWAKARTA
Purwakarta – Sejumlah aktivis kebijakan publik mendesak Pemerintah Kabupaten Purwakarta untuk segera meninjau ulang kebijakan pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Desakan ini mencuat setelah pemerintah pusat mengurangi Transfer ke Daerah (TKD) untuk Purwakarta sebesar Rp300 miliar pada tahun anggaran 2026.
Aktivis Analitika Purwakarta, Risky Widya Tama, menilai Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 2024 yang menjadi dasar pemberian TPP ASN memang bertujuan meningkatkan kesejahteraan pegawai dan mendorong kinerja birokrasi. Namun, ia menegaskan kebijakan ini harus ditinjau ulang karena menambah beban berat pada APBD.
“Ketika TKD turun, otomatis ruang fiskal daerah makin sempit. Kalau belanja pegawai, terutama TPP ASN, tidak dikaji ulang, APBD kita akan lebih banyak habis untuk birokrasi daripada pelayanan publik,” kata Risky, Rabu (2/10).
Data Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) per 30 September 2025 menunjukkan bahwa belanja pegawai Purwakarta mencapai Rp1,08 triliun dari total belanja daerah Rp2,62 triliun, atau sekitar 41,3% dari APBD. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan belanja modal yang hanya Rp140 miliar (5,3%).
Padahal, regulasi nasional sudah menetapkan batasan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) menyebutkan bahwa porsi belanja pegawai dalam APBD maksimal 30% dari total belanja daerah. Dengan realisasi 41,3%, Purwakarta berarti telah melampaui ambang batas tersebut.
Menurut Risky, kondisi ini menunjukkan ketimpangan orientasi anggaran daerah yang lebih berat ke belanja aparatur daripada pembangunan dan pelayanan publik.
“Kami tidak anti pada kesejahteraan ASN, tetapi prioritas APBD harus jelas: rakyat dulu. Sektor pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial jangan dikalahkan oleh belanja birokrasi,” tegasnya.
Selain mendesak revisi Perbup 5/2024, aktivis juga mendorong DPRD Purwakarta untuk memperketat fungsi pengawasan. Mereka meminta laporan transparan mengenai porsi TPP ASN dalam belanja pegawai yang dianggarkan di RAPBD 2026.
Risky menambahkan, revisi TPP bukan hanya soal efisiensi anggaran, tetapi juga soal keberpihakan. “Ini soal politik anggaran. Kalau APBD kita tersandera belanja pegawai, rakyatlah yang dikorbankan,” ujarnya.
(Dwi)