Tanah Air Ibu Pertiwi sedang tidak baik-baik saja, "GEROMBOLAN" mafia BBM subsidi dan tambang emas ilegal di Tanjung Lolo, Kecamatan Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, tampaknya mulai bertransformasi menjadi "pemerintah bayangan" yang lebih berkuasa dari hukum, terbukti dengan adanya Empat orang manusia yang berprofesi sebagai wartawan media online yang justru diperlakukan layaknya seperti "BINATANG" dengan lakukan "PERSEKUSI BRUTAL MEMBABI BUTA" yang di sebabkan oleh pengungkapan praktek ilegal yang mereka jalankan selama ini. Senin (17/03/2015)
Empat wartawan tersebut diantaranya, Suryani dari media Nusantararaya.com, Jenni dari media Siagakupas.com, Safrizal dari media Detakfakta.com, dan Hendra Gunawan dari media Mitrariau.com, mengalami nasib yang lebih tragis dan mengenaskan, Mereka dirampok, disiksa, diperas, bahkan nyaris dibakar hidup-hidup oleh para "GEROMBOLAN" Mafia BBM Bersubsidi dan tambang emas ilegal, padahal mereka hanya menjalankan tugas jurnalistik sesuai kode etik yang jelas-jelas dilindungi oleh Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Kronologi kejadian berdasarkan informasi yang dihimpun, keempat wartawan sedang melakukan tugas investigasi terhadap praktek ilegal yang melibatkan tangki BBM bersubsidi di PT. Elnusa Petrofin dan tambang emas liar yang diduga dimiliki oleh Wali Jorong Koto Tanjung Lolo, Namun alih-alih mendapatkan informasi, mereka malah mendapat "PERLAKUAN SADIS" berupa pukulan, Pemerasan, dan bahkan diancam akan "DIBUNUH".
Tak hanya itu, bahkan seluruh barang yang dimiliki oleh para wartawan tersebut "DIRAMPAS" hingga tak satupun yang tersisa, termasuk Dua laptop yang biasa mereka gunakan untuk mengerjakan tugas jurnalistiknya, kemudian dua unit HP, pakaian, charger, dongkrak mobil, hingga racun api, lebih tragis lagi dialami oleh Wartawan perempuan Jenni, ia mengalami kekerasan yang nyaris diperkosa oleh para pelaku yang dalam aksinya menunjukkan "KEBEJATAN GERIMBOLAN" tersebut.
Tidak puas hanya dengan merampas harta benda, para mafia ini juga menuntut uang tebusan sejumlah 20 juta rupiah, Jika tidak, mereka mengancam akan membakar para wartawan hidup-hidup dengan 30 liter bensin atau mendorong mereka ke jurang tambang emas agar tampak seperti kecelakaan tragis.
“Silakan lapor kemanapun, tidak ada yang akan peduli! Coba saja viralkan ini, saya akan habisi kalian semua!” ancam sang Wali Jorong Koto Tanjung Lolo, sambil dengan santai menghantam kayu broti ke meja, seolah sedang memeragakan adegan mafia kelas berat.
Kasus ini jelas bukan sekadar aksi kriminal biasa, Ini adalah bukti nyata bagaimana mafia bisa begitu percaya diri menantang hukum, Seolah-olah mereka lebih berkuasa daripada aparat penegak hukum sendiri.
Apakah ini pertanda bahwa hukum di Indonesia sudah benar-benar lumpuh? Ataukah kita sedang hidup di zaman di mana wartawan harus membayar mahal saat berusaha mengungkap kebenaran?
Sampai berita ini ditulis, diharapkan ada pernyataan resmi dari pihak aparat kepolisian yang berwenang, yang seharusnya sudah bertindak cepat atas aksi brutal ini.
Jangan-jangan, seperti ucapan "GEROMBOLAN" mafia tadi, laporan mereka memang tidak akan digubris oleh pihak yang berwajib, namun ADA APA ?
Aparat Penegak Hukum (APH), seharusnya hadir dalam tragedi ini, pasalnya pada hari ini, wartawan yang membongkar praktik kejahatan para mafia justru jadi korban, dan dijadikan bahan tertawaan ketika terjadi penyiksaan.
Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dengan tegas menyayangkan dan mengecam keras aksi keji yang menimpa empat wartawan di Tanjung Lolo, Kecamatan Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung. Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, menyebut kejadian ini sebagai bukti nyata bahwa kebebasan pers di Indonesia masih dalam bayang-bayang kekerasan dan ancaman mafia.
"Ini tindakan biadab! Wartawan yang sedang menjalankan tugas malah dirampok, dianiaya, bahkan diperas oleh kelompok mafia tambang dan BBM subsidi. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga ancaman serius terhadap demokrasi dan kebebasan pers!" tegas Wilson Lalengke dalam pernyataan resminya, Minggu, 16 Maret 2025.
PPWI menilai, jika kasus ini tidak segera diusut tuntas, maka akan menjadi preseden buruk bagi dunia jurnalistik di Indonesia. Wilson Lalengke menegaskan bahwa tidak boleh ada impunitas bagi para pelaku kekerasan terhadap wartawan.
"Kami mendesak Kapolri dan jajaran kepolisian di Sumatera Barat untuk segera menangkap pelaku, termasuk oknum pejabat yang diduga terlibat! Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin wartawan di daerah lain akan mengalami nasib serupa," lanjutnya dan menambahkan bahwa kasus ini sudah dilaporkan ke Kepolisian Daerah Sumatera Barat.
Selain itu, PPWI juga meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk segera memberikan perlindungan bagi para korban. "Jangan sampai setelah kejadian ini, mereka malah mendapat ancaman lanjutan karena berani melawan mafia," tambah Wilson Lalengke.
PPWI menegaskan bahwa kejadian ini semakin menunjukkan betapa lemahnya perlindungan hukum bagi wartawan di Indonesia. Jika seorang jurnalis tidak bisa menjalankan tugasnya dengan aman, bagaimana masyarakat bisa mendapatkan informasi yang benar dan transparan?
"Kita sedang menghadapi era di mana mafia semakin berani, sementara aparat penegak hukum malah terkesan semakin tidak berdaya. Jika tidak ada tindakan tegas, maka kebebasan pers akan mati, dan masyarakat akan terus dibodohi oleh informasi yang dikendalikan oleh kelompok tertentu," tandas wartawan senior yang dikenal sebagai pemmela para wartawan di seluruh tanah air itu.
PPWI juga mengajak seluruh insan pers dan organisasi jurnalis lainnya untuk bersatu menuntut keadilan atas kasus ini. "Hari ini empat wartawan menjadi korban, besok bisa saja kita atau rekan-rekan jurnalis lainnya. Jangan biarkan mafia semakin meraja-lela di negeri ini!" pungkasnya.
Kini, sorotan tertuju pada Polri dan Pemerintah. Akankah mereka bertindak tegas, atau justru tunduk pada kekuatan mafia?
*No Viral No Justice*
(TIM/RED)